Jumat, 28 Mei 2010

#

RENUNGAN UNTUK PARA SUAMI
Oleh : Ustd. M. Fauzil Adhim


Bila malam sudah beranjak mendapati subuh, bangunlah sejenak. Lihatlah istri anda yang sedang terbaring letih menemani bayi anda. Tataplah wajahnya yang masih dipenuhi oleh gurat-gurat kepenatan karena seharian ini badannya tak menemukan kesempatan untuk istirah barang sekejap. Kalau saja tak ada air wudhu yang membasahi wajah itu setiap hari, barangkali sisa-sisa kecantikannya sudah tak ada lagi.

Sesudahnya, bayangkanlah tentang esok hari. Disaat anda sudah bisa merasakan betapa segar udara pagi, tubuh letih istri anda barangkali belum benar-benar menemukan kesegarannya. Sementara anak-anak sebentar lagi akan meminta perhatian bundanya, membisingkan telinganya dengan tangis serta membasahi pakaiannya dengan pipis tak habis-habis. Baru berganti pakaian, sudah dibasahi pipis lagi. Padahal tangan istri anda pula yang harus mencucinya.

Disaat seperti itu, apakah yang anda pikirkan tentang dia?

Masihkan anda memimpikan tentang seorang yang akan senantiasa berbicara lembut kepada anak-anaknya seperti kisah dari negeri dongeng sementara disaat yang sama anda menuntut dia untuk menjadi istri yang penuh perhatian, santun dalam berbicara, lulus dalam memilih setiap kata serta tulus dalam menjalani tugasnya sebagai istri, termasuk dalam menjalani apa yang sesungguhnya bukan kewajiban istri tetapi dianggap sebagai kewajibannya.

Sekali lagi, masihkan anda sampai hati mendambakan tentang seorang perempuan yang sempurna, yang selalu berlaku halus dan lembut? Tentu saja saya tidak tengah mengajak anda membiarkan istri membentak anak-anak dengan mata membelalak. Tidak. Saya hanya ingin mengajak anda melihat bahwa tatkala tubuhnya amat letih, sementara suami tak pernah menyapa jiwanya, maka amat wajar kalau ia tak sabar.

Begitu pula manakala matanya yang mengantuk tak kunjung memperoleh kesempatan untuk tidur nyenyak sejenak, maka ketegangan emosinya akan menanjak. Disaat itulah jarinya yang lentik bisa tiba-tiba membuat anak menjerit karena cubitannya yang bikin sakit.

Apa artinya? Benar, seorang istri shalihah memang tak boleh bermanja-manja secara kekanak-kanakan, apalagi sampai cengeng. Tetapi istri shalihah tetaplah manusia yang membutuhkan penerimaan. Ia juga butuh diakui, meski tak pernah meminta kepada anda.

Sementara gejolak-gejolak jiwa memenuhi dada, butuh telinga yang mau mendengar. Kalau kegelisahan jiwanya tak pernah menemukan muaranya berupa kesediaan untuk mendengar, atau ia tak pernah anda akui keberadaannya, maka jangan pernah menyalahkan siapa-siapa kecuali dirimu sendiri jika ia tiba-tiba meledak.

Jangankan istri anda yang suaminya tidak terlalu istimewa, istri Nabi pun pernah mengalami situasi-situasi yang penuh ledakan, meski yang membuatnya meledak-ledak bukan karena Nabi SAW tak mau mendengarkan melainkan semata karena dibakar api kecemburuan. Ketika itu, Nabi SAW hanya diam menghadapi ‘Aisyah yang sedang cemburu seraya memintanya untuk mengganti mangkok yang dipecahkan.

Ketika menginginkan ibu anak-anak anda selalu lembut dalam mengasuh, maka bukan hanya nasehat yang perlu anda berikan. Ada yang lain. Ada kehangatan yang perlu anda berikan agar hatinya tidak dingin,apalagi beku, dalam menghadapi anak-anak setiap hari. Ada penerimaan yang perlu kita tunjukkan agar anak-anak itu tetap menemukan bundanya sebagai tempat untuk memperoleh kedamaian, cinta dan kasih sayang.

Ada ketulusan yang harus anda usapkan kepada perasaan dan pikirannya, agar ia masih tetap mememilki energi untuk tersenyum kepada anak-anak anda, sepenat apapun ia.

Ada lagi yang lain : PENGAKUAN. Meski ia tak pernah menuntut, tetapi mestikah anda menunggu sampai mukanya berkerut-kerut.

Karenanya, kembali ke bagian awal tulisan ini. Ketika perjalanan waktu melewati tengah malam, pandanglah istri anda yang terbaring letih itu, lalu pikirkanlah sejenak, tak adakah yang bisa anda lakukan sekedar mengucapkan terima kasih atau menyatakan sayang bisa dengan kata yang berbunga-bunga, bisa tanpa kata. Dan sungguh, lihatlah betapa banyak cara untuk menyatakannya. Tubuh yang letih itu, alangkah bersemangatnya jika di saat bangun nanti ada secangkir minuman hangat yang diseduh dengan dua sendok teh gula dan satu cangkir cinta.

Sampaikan kepadanya ketika matanya telah terbuka,“ada secangkir minuman hangat untuk istriku. Perlukah aku hantarkan untuk itu?“

Sulit melakukan ini? Ada cara lain yang bisa anda lakukan. Mungkin sekedar membantunya meyiapkan sarapan pagi untuk anak-anak, mungkin juga dengan tindakan-tindakan lain, asal tak salah niat kita. Kalau anda terlibat dengan pekerjaan di dapur, memandikan anak, atau menyuapi si mungil sebelum mengantarkannya ke TK, itu bukan karena gender-friendly; tetapi semata karena mencari ridha Allah, sebab selain niat ikhlas karena Allah, tak ada artinya apa yang anda lakukan.

Anda tidak akan mendapati amal-amal anda saat berjumpa dengan Allah di yaumil-qiyamah. Alaakullihal, apa yang ingin anda lakukan, terserah anda. Yang jelas, ada pengakuan untuknya, baik lewat ucapan terima kasih atau tindakan yang menunjukkan bahwa dialah yang terkasih. Semoga dengan kerelaan anda untuk menyatakan terima kasih, tak ada airmata duka yang menetes baginya, tak ada lagi istri yang berlari menelungkupkan wajah di atas bantal karena merasa tak didengar. Dan semoga pula dengan perhatian yang anda berikan lepadanya, kelak istri anda akan berkata tentang anda sebagaimana Bunda ‘Aisyah RA berucap tentang suaminya, Rasulullah Sollollohu 'Alaihi Wa Sallam,”Ah, semua perilakunya menakjubkan bagiku”.

Sesudah engkau puas memandangi istrimu yang terbaring letih, sesudah engkau perhatikan gurat-gurat penat di wajahnya, maka biarkanlah ia sejenak untuk meneruskan istirahatnya. Hembusan udara dingin yang mungkin bisa mengusik tidurnya, tahanlah dengan sehelai selimut untuknya.

Hamparkanlah ke tubuh istrimu dengan kasih sayang dan cinta yang tak lekang oleh perubahan. Semoga engkau termasuk laki-laki yang mulia, sebab tidak memuliakan wanita kecuali laki-laki yang mulia.

Sesudahnya, kembalilah ke munajat dan tafakkurmu. Marilah anda ingat kembali ketika Rasulullah SAW berpesan tentang istri. “Wahai manusia, sesungguhnya istri kalian mempunyai hak atas kalian sebagaimana kalian mempunyai hak atas mereka." " Ketahuilah," kata Rasulullah SAW melanjutkan, "Kalian mengambil wanita itu sebagai amanah dari Allah, dan kalian halalkan kehormatan mereka dengan kitan Allah. Takutlah kepada Allah dalam mengurusi istri kalian. Aku wasiatklan atas kalian untuk selalu berbuat baik."

Anda telah mengambil istri anda sebagai amanah dari Allah. Kelak anda harus melaporkan kepada Allah Ta’ala bagaimana anda menunaikan amanah dari-Nya. Apakah anda mengabaikannya sehingga guratan-guratan dengan cepat menggerogoti wajahnya, jauh awal dari usia yang sebenarnya? Ataukah, anda sempat tercatat selalu berbuat baik untuk istri.

Semoga anda bisa memberi ungkapan yang lebih agung untuk istri anda tercinta...

Read More......

Selasa, 11 Mei 2010

Ikan Asin Tipis Tarakan

#

Ikan asin tipis, gurih dan nikmat.
mari di coba!
Harga @Rp.60.000,-/kg

Read More......

Jumat, 16 April 2010

Menjadi Sahabat yang Menyenangkan

#

Syabab.Com - Secara fitrah, menikah akan memberikan ketenangan (ithmi'nân/ thuma’nînah) bagi setiap manusia, asalkan pernikahannya dilakukan sesuai dengan aturan Allah Swt., Zat Yang mencurahkan cinta dan kasih-sayang kepada manusia.

Hampir setiap Mukmin mempunyai harapan yang sama tentang keluarganya, yaitu ingin bahagia; sakînah mawaddah warahmah. Namun, sebagian orang menganggap bahwa menciptakan keluarga yang sakinah mawaddah warahmah serta langgeng adalah hal yang tidak gampang. Fakta-fakta buruk kehidupan rumahtangga yang terjadi di masyarakat seolah makin mengokohkan asumsi sulitnya menjalani kehidupan rumahtangga. Bahkan, tidak jarang, sebagian orang menjadi enggan menikah atau menunda-nunda pernikahannya.

Menikahlah, Karena Itu Ibadah

Sesungguhnya menikah itu bukanlah sesuatu yang menakutkan, hanya memerlukan perhitungan cermat dan persiapan matang saja, agar tidak menimbulkan penyesalan. Sebagai risalah yang syâmil (menyeluruh) dan kâmil (sempurna), Islam telah memberikan tuntunan tentang tujuan pernikahan yang harus dipahami oleh kaum Muslim. Tujuannya adalah agar pernikahan itu berkah dan bernilai ibadah serta benar-benar memberikan ketenangan bagi suami-istri. Dengan itu akan terwujud keluarga yang bahagia dan langgeng. Hal ini bisa diraih jika pernikahan itu dibangun atas dasar pemahaman Islam yang benar.

Menikah hendaknya diniatkan untuk mengikuti sunnah Rasullullah saw., melanjutkan keturunan, dan menjaga kehormatan. Menikah juga hendaknya ditujukan sebagai sarana dakwah, meneguhkan iman, dan menjaga kehormatan. Pernikahan merupakan sarana dakwah suami terhadap istri atau sebaliknya, juga dakwah terhadap keluarga keduanya, karena pernikahan berarti pula mempertautkan hubungan dua keluarga. Dengan begitu, jaringan persaudaraan dan kekerabatan pun semakin luas. Ini berarti, sarana dakwah juga bertambah. Pada skala yang lebih luas, pernikahan islami yang sukses tentu akan menjadi pilar penopang dan pengokoh perjuangan dakwah Islam, sekaligus tempat bersemainya kader-kader perjuangan dakwah masa depan.

Inilah tujuan pernikahan yang seharusnya menjadi pijakan setiap Muslim saat akan menikah. Karena itu, siapa pun yang akan menikah hendaknya betul-betul mempersiapkan segala hal yang dibutuhkan untuk meraih tujuan pernikahan seperti yang telah digariskan Islam. Setidaknya, setiap Muslim, laki-laki dan perempuan, harus memahami konsep-konsep pernikahan islami seperti: aturan Islam tentang posisi dan peran suami dan istri dalam keluarga, hak dan kewajiban suami-istri, serta kewajiban orangtua dan hak-hak anak; hukum seputar kehamilan, nasab, penyusuan, pengasuhan anak, serta pendidikan anak dalam Islam; ketentuan Islam tentang peran Muslimah sebagai istri, ibu, dan manajer rumahtangga, juga perannya sebagai bagian dari umat Islam secara keseluruhan, serta bagaimana jika kewajiban-kewajiban itu berbenturan pada saat yang sama; hukum seputar nafkah, waris, talak (cerai), rujuk, gugat cerai, hubungan dengan orangtua dan mertua, dan sebagainya. Semua itu membutuhkan penguasaan hukum-hukum Islam secara menyeluruh oleh pasangan yang akan menikah. Artinya, menikah itu harus didasarkan pada ilmu.

Jadilah Sahabat yang Menyenangkan

Pernikahan pada dasarnya merupakan akad antara laki-laki dan perempuan untuk membangun rumahtangga sebagai suami-istri sesuai dengan ketentuan syariat Islam. Sesungguhnya kehidupan rumahtangga dalam Islam adalah kehidupan persahabatan. Suami adalah sahabat karib bagi istrinya, begitu pula sebaliknya.

Keduanya benar-benar seperti dua sahabat karib yang siap berbagi suka dan duka bersama dalam menjalani kehidupan pernikahan mereka demi meraih tujuan yang diridhai Allah Swt. Istri bukanlah sekadar patner kerja bagi suami, apalagi bawahan atau pegawai yang bekerja pada suami. Istri adalah sahabat, belahan jiwa, dan tempat curahan hati suaminya.

Islam telah menjadikan istri sebagai tempat yang penuh ketenteraman bagi suaminya. Allah Swt. berfirman:

وَمِنْ ءَايَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِنْ أَنْفُسِكُمْ أَزْوَاجًا لِتَسْكُنُوا إِلَيْهَا

Di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untuk kalian istri-istri dari jenis kalian sendiri supaya kalian cenderung dan merasa tenteram kepadanya. (TQS. ar-Rum [30]: 21).

Maka dari itu, sudah selayaknya suami akan merasa tenteram dan damai jika ada di sisi istrinya, demikian pula sebaliknya. Suami akan selalu cenderung dan ingin berdekatan dengan istrinya. Di sisi istrinya, suami akan selalu mendapat semangat baru untuk terus menapaki jalan dakwah, demikian pula sebaliknya. Keduanya akan saling tertarik dan cenderung kepada pasangannya, bukan saling menjauh. Keduanya akan saling menasihati, bukan mencela; saling menguatkan, bukan melemahkan; saling membantu, bukan bersaing.

Keduanya pun selalu siap berproses bersama meningkatkan kualitas ketakwaannya demi meraih kemulian di sisi-Nya. Mereka berdua berharap, Allah Swt. berkenan mengumpulkan keduanya di surga kelak. Ini berarti, tabiat asli kehidupan rumahtangga dalam Islam adalah ithmi'nân/tuma’ninah (ketenangan dan ketentraman). Walhasil, kehidupan pernikahan yang ideal adalah terjalinnya kehidupan persahabatan antara suami dan istri yang mampu memberikan ketenangan dan ketenteraman bagi keduanya.

Untuk menjamin teraihnya ketengan dan ketenteraman tersebut, Islam telah menetapkan serangkaian aturan tentang hak dan kewajiban suami-istri. Jika seluruh hak dan kewajiban itu dijalankan secara benar, terwujudnya keluarga yang sakinah mawaddah warahmah adalah suatu keniscayaan.

Bersabar atas Kekurangan Pasangan

Kerap terjadi, kenyataan hidup tidak seindah harapan. Begitu pula dengan kehidupan rumahtangga, tidak selamanya berlangsung tenang. Adakalanya kehidupan suami-istri itu dihadapkan pada berbagai problem baik kecil ataupun besar, yang bisa mengusik ketenangan keluarga. Penyebabnya sangat beragam; bisa karena kurangnya komunikasi antara suami-istri, suami kurang makruf terhadap istri, atau suami kurang perhatian kepada istri dan anak-anak; istri yang kurang pandai dan kurang kreatif menjalankan fungsinya sebagai istri, ibu, dan manajer rumahtangga; karena adanya kesalahpahaman dengan mertua; atau suami yang 'kurang serius' atau 'kurang ulet' mencari nafkah. Penyebab lainnya adalah karena tingkat pemahaman agama yang tidak seimbang antara suami-istri; tidak jarang pula karena dipicu oleh suami atau istri yang selingkuh, dan lain-lain.

Sesungguhnya Islam tidak menafikan adanya kemungkinan terusiknya ketenteraman dalam kehidupan rumahtangga. Sebab, secara alami, setiap manusia yang hidup di dunia ini pasti dihadapkan pada berbagai persoalan. Hanya saja, seorang Muslim yang kokoh imannya akan senantiasa yakin bahwa Islam pasti mampu memecahkan semua problem kehidupannya. Oleh karena itu, dia akan senantiasa siap menghadapi problem tersebut, dengan menyempurnakan ikhtiar untuk mencari solusinya dari Islam, seiring dengan doa-doanya kepada Allah Swt. Sembari berharap, Allah memudahkan penyelesaian segala urusannya.

Keluarga yang sakinah mawaddah warahmah bukan berarti tidak pernah menghadapi masalah. Yang dimaksud adalah keluarga yang dibangun atas landasan Islam, dengan suami-istri sama-sama menyadari bahwa mereka menikah adalah untuk ibadah dan untuk menjadi pilar yang mengokohkan perjuangan Islam. Mereka siap menghadapi masalah apapun yang menimpa rumahtangga mereka. Sebab, mereka tahu jalan keluar apa yang harus ditempuh dengan bimbingan Islam.

Islam telah mengajarkan bahwa manusia bukanlah malaikat yang selalu taat kepada Allah, tidak pula ma‘shûm (terpelihara dari berbuat maksiat) seperti halnya para nabi dan para rasul. Manusia adalah hamba Allah yang memiliki peluang untuk melakukan kesalahan dan menjadi tempat berkumpulnya banyak kekurangan. Pasangan kita (suami atau istri) pun demikian, memiliki banyak kekurangan. Karena itu, kadangkala apa yang dilakukan dan ditampakkan oleh pasangan kita tidak seperti gambaran ideal yang kita harapkan. Dalam kondisi demikian, maka sikap yang harus diambil adalah bersabar!

Sabar adalah salah satu penampakan akhlak yang mulia, yaitu wujud ketaatan hamba terhadap perintah dan larangan Allah Swt. Sabar adalah bagian hukum syariat yang diperintahkan oleh Islam. (Lihat: QS al-Baqarah [2]: 153; QS az-Zumar [39]: 10).

Makna kesabaran yang dimaksudkan adalah kesabaran seorang Mukmin dalam rangka ketaatan kepada Allah; dalam menjalankan seluruh perintah-Nya; dalam upaya menjauhi seluruh larangan-Nya; serta dalam menghadapi ujian dan cobaan, termasuk pula saat kita dihadapkan pada 'kekurangan' pasangan (suami atau istri) kita.

Namun demikian, kesabaran dalam menghadapi 'kekurangan' pasangan kita harus dicermati dulu faktanya. Pertama: Jika kekurangan itu berkaitan dengan kemaksiatan yang mengindikasikan adanya pelalaian terhadap kewajiban atau justru melanggar larangan Allah Swt. Dalam hal ini, wujud kesabaran kita adalah dengan menasihatinya secara makruf serta mengingatkannya untuk tidak melalaikan kewajibannya dan agar segera meninggalkan larangan-Nya. Contoh pada suami: suami tidak berlaku makruf kepada istrinya, tidak menghargai istrinya, bukannya memuji tetapi justru suka mencela, tidak menafkahi istri dan anak-anaknya, enggan melaksanakan shalat fardhu, enggan menuntut ilmu, atau malas-malasan dalam berdakwah. Contoh pada istri: istri tidak taat pada suami, melalaikan pengasuhan anaknya, melalaikan tugasnya sebagai manajer rumahtangga (rabb al-bayt), sibuk berkarier, atau mengabaikan upaya menuntut ilmu dan aktivitas amar makruf nahi mungkar. Sabar dalam hal ini tidak cukup dengan berdiam diri saja atau nrimo dengan apa yang dilakukan oleh pasangan kita, tetapi harus ada upaya maksimal menasihatinya dan mendakwahinya. Satu hal yang tidak boleh dilupakan, kita senantiasa mendoakan pasangan kita kepada Allah Swt.

Kedua: Jika kekurangan itu berkaitan dengan hal-hal yang mubah maka hendaknya dikomunikasikan secara makruf di antara suami-istri. Contoh: suami tidak terlalu romantis bahkan cenderung cuwek; miskin akan pujian terhadap istri, padahal sang istri mengharapkan itu; istri kurang pandai menata rumah, walaupun sudah berusaha maksimal tetapi tetap saja kurang estetikanya, sementara sang suami adalah orang yang apik dan rapi; istri kurang bisa memasak walaupun dia sudah berupaya maksimal menghasilkan yang terbaik; suami “cara bicaranya” kurang lembut dan cenderung bernada instruksi sehingga kerap menyinggung perasaan istri; istri tidak bisa berdandan untuk suami, model rambutnya kurang bagus, hasil cucian dan setrikaannya kurang rapi; dan sebagainya. Dalam hal ini kita dituntut bersabar untuk mengkomunikasikannya, memberikan masukan, serta mencari jalan keluar bersama pasangan kita. Jika upaya sudah maksimal tetapi belum juga ada perubahan, maka terimalah itu dengan lapang dada seraya terus mendoakannya kepada Allah Swt. (Lihat: QS an-Nisa' [4]: 19). Rasulullah saw. bersabda:

Janganlah seorang suami membenci istrinya. Jika dia tidak menyukai satu perangainya maka dia akan menyenangi perangainya yang lain. (HR Muslim).

Inilah tuntunan Islam yang harus dipahami oleh setiap Mukmin yang ingin rumahtangganya diliputi dengan kebahagiaan, cinta kasih, ketenteraman, dan langgeng. Wallâhu a‘lam bi ash-shawab. [keluarga/syabab.com]

* Penulis adalah Aktivis Hizbut Tahrir Indonesia, Ibu Rumah Tangga)~Nurul Husna~

Read More......

Selasa, 13 April 2010

BAHAYA IMUNISASI

#


Imunisasi merupakan cara terbaik untuk melindungi anak dari berbagai macam penyakit. Anda mendengar hal ini dari dokter, media masa, brosur di klinik, atau teman-teman Anda. Tetapi, apakah Anda pernah berpikir ulang tentang tujuan imunisasi? Pernahkah anda meniliti lebih lanjut terhadap isu-isu dan cerita mengenai sisi lain imunisasi (yang tidak pernah diinformasikan oleh dokter)? Baiklah, mari kita ikuti lebih lanjut…

Serangkaian imunisasi yang terus digiatkan hingga saat ini oleh pihak-pihak terkait yang katanya demi menjaga kesehatan anak, patut dikritisi lagi baik dari segi kesehatan maupun syariat. Teori pemberian vaksin yang menyatakan bahwa “memasukkan bibit penyakit yang telah dilemahkan kepada manusia akan menghasilkan pelindung berupa anti bodi tertentu untuk menahan serangan penyakit yang lebih besar. Benarkah?

Tiga Mitos Menyesatkan

Vaksin begitu dipercaya sebagai pencegah penyakit. Hal ini tidak terlepas dari adanya 3 mitos yang sengaja disebarkan. Padahal, hal itu berlawanan dengan kenyataan.

1. Effektif melindungi manusia dari penyakit.

Kenyataan: Banyak penelitian medis mencatat kegagalan vaksinasi. Campak, gabag, gondong, polio, terjadi juga di pemukiman penduduk yang telah diimunisasi. Sebagai contoh, pada tahun 1989, wabah campak terjadi di sekolah yang punya tingkat vaksinasi lebih besar dari 98%. WHO juga menemukan bahwa seseorang yang telah divaksin campak, punya kemungkinan 15 kali lebih besar untuk terserang penyakit tersebut daripada yang tidak divaksin.

2.Imunisasi merupakan sebab utama penurunan jumlah penyakit.

Kebanyakan penurunan penyakit terjadi sebelum dikenalkan imunisasi secara masal. Salah satu buktinya, penyakit-penyakit infeksi yang mematikan di AS dan Inggris mengalami penurunan rata-rata sebesar 80%, itu terjadi sebelum ada vaksinasi. The British Association for the Advancement of Science menemukan bahwa penyakit anak-anak mengalami penurunan sebesar 90% antara 1850 dan 1940, dan hal itu terjadi jauh sebelum program imunisasi diwajibkan.
imunisasi benar-benar aman bagi anak-anak
Yang benar, imunisasi lebih besar bahayanya. Salah satu buktinya, pada tahun 1986, kongres AS membentuk The National Childhood Vaccine Injury Act, yang mengakui kenyataan bahwa vaksin dapat menyebabkan luka dan kematian.

Racun dan Najis? Tak Masuk Akal

Apa saja racun yang terkandung dalam vaksin? Beberapa racun dan bahan berbahaya yang biasa digunakan seperti Merkuri, Formaldehid, Aluminium, Fosfat, Sodium, Neomioin, Fenol, Aseton, dan sebagainya. Sedangkan yang dari hewan biasanya darah kuda dan babi, nanah dari cacar sapi, jaringan otak kelinci, jaringan ginjal anjing, sel ginjal kera, embrio ayam, serum anak sapi, dan sebagainya. Sungguh, terdapat banyak persamaan antara praktik penyihir zaman dulu dengan pengobatan modern. Keduanya menggunakan organ tubuh manusia dan hewan, kotoran dan racun (informasi ini diambil dari British National Anti-Vaccination league)

Dr. William Hay menyatakan, “Tak masuk akal memikirkan bahwa Anda bisa menyuntikkan nanah ke dalam tubuh anak kecil dan dengan proses tertentu akan meningkatkan kesehatannya. Tubuh punya cara pertahanan tersendiri yang tergantung pada vitalitas saat itu. Jika dalam kondisi fit, tubuh akan mampu melawan semua infeksi, dan jika kondisinya sedang menurun, tidak akan mampu. Dan Anda tidak dapat mengubah kebugaran tubuh menjadi lebih baik dengan memasukkan racun apapun juga ke dalamnya.” ….. (Immunisation:The Reality behind the Myth)

Makhluk Mulia Vs Hewan

Allah telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya. Manusia merupakan khalifah di bumi, sehingga merupakan ashraful makhluqaat (makhluk termulia). Mengingat keunggulan fisik, kecerdasan, dan jiwa secara hakiki, manusia mengungguli semua ciptaan Allah yang ada. Manusia merupakan makhluk unik yang dilengkapi sistem kekebalan alami yang berpotensi melawan semua mikroba, virus, serta bakteri asing dan berbahaya.
Jika manusia menjalani hidupnya sesuai petunjuk syariat yang berupa perintah dan larangan, kesehatannya akan tetap terjaga dari serangan virus, bakteri, dan kuman penyakit lainnya. Sedangkan orang-orang kafir, mengangap adanya kekurangan dalam diri manusia sebagai ciptaan Allah, sehingga berusaha sekuat tenaga memperkuat sistemn pertahanan tubuh melalui imunisasai yang tercampur najis dan penuh dengan bahaya.

Manusia merupakan makhluk yang punya banyak kelebihan. Terdapat perbedaan yang mencolok antara manusia dengan hewan tingkat rendah. Apa yang dapat diterapkan padanya tidak cocok bagi hewan, demikian juga sebaliknya. Namun, orang-orang atheis menyamakan hewan dengan manusia, sebab mereka menganut teori evolusi manusia melalui kera yang sangat “menggelikan”. Oleh karena itu, mereka percaya bahwa apa yang dimiliki hewan dapat secara aman dimasukkan ke dalam tubuh manusia. Jadi, sel-sel hewan, virus, bakteri, darah, dan nanah disuntikkan ke dalam tubuh manusia. Logika setan ini adalah menjijikkan menurut Islam.

Imunisasi digembar-gemborkan sebagai suatu bentuk keajaiban pencegahan penyakit, padahal faktanya cara itu tidak lebih hanya sebagai proyek penghasil uang para dokter dan perusahaan farmasi. Dalam kenyataannya, imunisasi lebih banyak menyebabkan bahaya daripada kesehatan. Bahkan, mengacaukan proses-proses alami yang ada dalam ciptaan-Nya. Nah, dengan paparan singkat ini, orang tua mana yang merasa tidak takut untuk memberikan imunisasi pada anaknya? (dsw)

www.missionislam.com

Read More......

Rabu, 17 Maret 2010

Ujian Nasional, Renungan bagi para Guru ( A True story from a friend in Borneo)

#

oleh: Susiani Ilham

“Setiap dekat Ujian Nasional, aku pasti dimusuhi kawanan di sekolahan”, cerita Bu Halimah (bukan nama sebenarnya), seorang guru pada saya beberapa waktu yang lalu. Yah, bagaimana tidak akan dimusuhi, beliau tidak mau ‘membantu’ siswa. Hal yang lumrah, perlu ada guru ‘penjaga gawang’. Kalau siswa tidak ‘ditolong’, siswa tidak lulus ujian kan kasian.... Coba bayangkan seandainya yang tidak lulus itu adalah anak anda, bagaimana perasaan anda ? (seakan tidak lulus ujian adalah kiamat...).

Kemudian adik sepupu saya yang akan menempuh ujian nasional juga mengungkapkan bahwa sang guru pernah berujar, jika salah satu dari mereka lulus, maka yang lain juga harus lulus. Artinya harus ada ‘kerja sama’ yang baik di antara para peserta ujian.

Semoga ini terakhirnya kalinya membahas ujian nasional. Capekkk....

Dua kali menjadi pengawas ruang Ujian Nasional di tahun 2008 dan 2009, saya benar-benar mendapat pengalaman yang menyebalkan. Membuat air mata ini mengalir, stress. Intimidasi agar pengawas bersikap toleran. Bagaimana rasanya melihat kecurangan terjadi di depan mata, sedangkan kita tak boleh berbuat apa-apa selain diam seolah buta dan tuli? Bahkan tatapan mata saya terhadap kecurangan tersebut telah membuat petinggi sekolah memanggil semua pengawas dan mengingatkan akan ‘kesepakatan UN’ dan meminta pengawas mundur saja jika tak bisa taat pada kesepakatan.

Sebuah peribahasa yang sangat dekat dengan dunia pendidikan, guru kencing berdiri, murid kencing berlari. Apa jadinya? Lembaga pendidikan bahkan telah mengajari anak-anak untuk berbuat curang. Suram nian masa depan kalian.... Jangan salahkan jika mereka tak lagi menghargai gurunya. Jangan salahkan jika nanti besar mereka akan korupsi.

(untunglah saya belum punya anak. Andai sudah punya anak, mungkin saya akan memilih mendidik mereka sendiri, home schooling ketimbang mengirim mereka ke sekolah).

Bu Nailah (nama samaran), seorang guru yang lain juga pernah bertanya, mengapa usaha yang dilakukan seperti les bahkan salat hajat menjelang Ujian Nasional harus dinodai dengan kecurangan?
Wahai Bapak-bapak dan Ibu-ibu, (terutama Bapak dan Ibu Guru),

Apakah sebenarnya tujuan pendidikan?
Bayangkanlah suatu pagi, si kecil sedang bersiap-siap memasuki lingkungan baru. Saat menyiapkan bekalnya, saat mengantarnya ke sekolah pertama kali, apakah harapan yang kita sematkan pada sang buah hati tersayang? Sebuah harapan agar dia menjadi anak yang baik. Sebuah harapan agar dia menjadi orang yang berguna. Sebuah harapan agar dia menjadi tumpuan di hari tua. Sebuah harapan agar anak kita akan membawa kita ke surga.

Ujian adalah upaya untuk menilai dan mengevaluasi proses pendidikan. Apakah proses pendidikan telah mampu mencapai tujuan? Kira-kira nih, apakah nyambung dengan tujuan jika ujian hanya mengujikan beberapa mata pelajaran saja? Kelulusan hanya ditentukan dalam beberapa hari?
Bagaimana menghadapi ujian?

Mengubah sistem pendidikan mungkin memang tak mudah. Mengubah asas sekularisme-materialisme yang terlanjur mengakar kuat karena memang diwariskan dari sistem penjajahan memang perlu waktu. Namun, dalam kondisi saat ini, saat ujian sudah di depan mata, sangat perlu menyiapkan mental siswa dan siswi menghadapi ujian. Bukankah hidup sendiripun adalah ujian? Tak perlu merisaukan ujian, yang penting adalah bagaimana kesiapan menghadapinya.

Bu Shofa, seorang guru yang berdomisili di Barabai pernah bercerita pada saya tentang seorang siswa yang cerdas, pintar, peraih peringkat pertama tidak lulus Ujian Nasional karena saat Ujian Nasional tidak mau mencontek dan memberi contekan. Guru-guru dan teman-temannya menyalahkan dia. Namun, tidak banggakah kita padanya? Seorang anak yang saat ini sangat susah untuk mendapatkan anak sejujur dia. Saya sangat salut dengannya, juga orang tuanya yang telah menempa putranya sehingga teguh pendirian.

Sebagai guru, sudahkah kita menyiapkan anak-anak kita menghadapi UN dengan sebaik-baiknya? Tak cukup hanya membekali dengan latihan soal, tapi juga persiapan ruhiyah. Rubahlah paradigma berfikir mereka. Tak usah merisaukan hasil, selama kita telah berusaha dengan sebaik-baiknya. Bukankah yang diminta dari kita adalah usaha? Karena hasil adalah hak Allah. Lulus atau tidak adalah rezeki dari Allah.
Tim Pengawas Independen mungkin akan lebih memperketat pengawasan tahun ini. Sangat menyusahkan perguruan tinggi jika ternyata siswa-siswa yang lulus UN sebenarnya tak layak masuk kuliah. Kelulusannya dari UN hanya karena bantuan. Tapi, Tim Pengawas Independen adalah manusia juga, yang bisa lalai, lengah dan dikelabui. Ada Sang Maha Pengawas yang selalu mempertimbangkan sekecil apapun perbuatan kita.

Seperti yang diceritakan oleh Reda Ari Yanti,

Teriring doa untuk anak-anakku, siswa-siswi kelas XII SMAN 1 Tarakan
Semoga Allah meneguhkan kalian dalam kejujuran.

Read More......

Selasa, 16 Maret 2010

Mangkuk, Madu dan Sehelai Rambut

#

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, Abu Bakar, Umar, dan Utsman datang bertamu ke rumah Ali. Di sana mereka dijamu oleh Fathimah, putri Rasulullah sekaligus istri Ali bin Abi Thalib. Fathimah menghidangkan untuk mereka semangkuk madu. Ketika mangkuk itu diletakkan, sehelai rambut jatuh melayang dekat mereka. Rasulullah segera meminta para sahabatnya untuk membuat perbandingan terhadap ketiga benda tersebut, yaitu mangkuk yang cantik, madu, dan sehelai rambut.

Abu Bakar yang mendapat giliran pertama segera berkata, “Iman itu lebih cantik dari mangkuk yang cantik ini. Orang yang beriman itu lebih manis dari madu, dan mempertahankan iman itu lebih susah dari meniti sehelai rambut.”

Rasulullah tersenyum, lalu beliau menyuruh Umar untuk mengungkapkan kata-katanya. Umar segera berkata, “Kerajaan itu lebih cantik dari mangkuk yang cantik ini. Rajanya lebih manis dari madu, dan memerintah dengan adil itu lebih sulit dari meniti sehelai rambut.”

Rasulullah kembali tersenyum, lalu berpaling kepada Utsman seraya mempersilakannya untuk membuat perbandingan tiga benda di hadapan mereka. Utsman berkata, “Ilmu itu lebih cantik dari mangkuk yang cantik ini. Orang yang menuntut ilmu itu lebih manis dari madu, dan beramal dengan ilmu yang dimiliki itu lebih sulit dari meniti sehelai rambut.”

Seperti semula, Rasulullah kembali tersenyum kagum mendengar perumpamaan yang disebutkan para sahabatnya. Beliau pun segera mempersilakan Ali bin Abi Thalib untuk mengungkapkan kata-katanya. Ali berkata, “Tamu itu lebih cantik dari mangkuk yang cantik ini. Menjamu tamu itu lebih manis dari madu, dan membuat tamu senang sampai kembali pulang ke rumahnya adalah lebih sulit dari meniti sehelai rambut.”

Rasulullah segera mempersilakan Fathimah untuk membuat perbandingan tiga benda di hadapan mereka. Fathimah berkata, “Seorang wanita itu lebih cantik dari sebuah mangkuk yang cantik. Wanita yang mengenakan purdah itu lebih manis dari madu, dan mendapatkan seorang wanita yang tak pernah dilihat orang lain kecuali muhrimnya lebih sulit dari meniti sehelai rambut.”

Setelah mendengarkan perumpamaan dari para sahabatnya, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam segera berkata, “Seorang yang mendapat taufiq untuk beramal lebih cantik dari mangkuk yang cantik ini. Beramal dengan perbuatan baik itu lebih manis dari madu, dan berbuat amal dengan ikhlas, lebih sulit dari meniti sehelai rambut.”

Malaikat Jibril yang hadir bersama mereka, turut membuat perumpamaan, “Menegakkan pilar-pilar agama itu lebih cantik dari sebuah mangkuk yang cantik. Menyerahkan diri, harta, dan waktu untuk agama lebih manis dari madu, dan mempertahankan agama sampai akhir hayat lebih sulit dari meniti sehelai rambut.”

Allah SWT pun membuat perumpamaan dengan firman-Nya dalam hadits Qudsi, “Surga-Ku itu lebih cantik dari mangkuk yang cantik itu. Nikmat surga-Ku itu lebih manis dari madu, dan jalan menuju surga-Ku lebih sulit dari meniti sehelai rambut.”

Sabili No.09 Th.X
Di ambil dari :
MENUJU ISLAM KAFFAH

Read More......

Mengikat Jiwa Dengan Misi

#

oleh Anis Matta

Genap tiga hari sudah ia menghilang. Genap juga tiga kali sang guru bertanya tentang keberadaan muridnya. Tidak hadir di halaqah ilmu bukan kebiasaannya. Apalagi tanpa pemberitahuan.

Ia salah satu yang paling rajin di antara semua muridnya. Tapi pada hari keempat akhirnya sang murid muncul juga. Tapi dengan wajah yang menyimpan banyak sedih. Dan pilu.

“Ke mana saja kamu selama tiga hari ini?” tanya sang guru.

“Aku sedang berduka, ya syaekhana (tuan kami). Istriku baru saja wafat tiga hari lalu,” jawabnya sedih.

“Oh, kalau begitu aku turut berduka. Semoga Allah memasukkannya ke dalam surga-Nya dan memberimu ketabahan.”

Tapi kemudian sang guru tiba-tiba bertanya lagi, “Apakah kamu sudah menikah lagi?”

Tentu saja ia kaget. Tapi ia menjawab juga. “Tentu saja belum, ya syaekhana”.

“Apakah kamu ingin menikah lagi?” tanya sang guru lagi.

“Tentu saja mau, ya syaekhana,” jawabnya pasti.

“Bagaimana kalau kunikahkan kamu dengan puteriku?”.

Pertanyaan ini membuat sang murid berpikir bahwa gurunya hanya sedang menghiburnya. Maka ia menjawab sekenanya: “Tentu saja aku terima nikah puterimu, ya syaekhana.”

Sang murid kembali ke biliknya tanpa beban. Tanpa ingatan apa-apa atas dialog tadi.

Tapi di malam hari tiba-tiba pintunya diketuk. Ketika ia membukanya ia mendapati sang guru berdiri di depan pintu.

“Ini istrimu ku antar padamu, karena kamu tidak datang menjemputnya sore tadi,” kata sang guru enteng.

Sang murid tergagap. Ini nyata atau mimpi? Sekelebat saja dan sang guru telah menghilang. Dan hadirlah di hadapannya seorang gadis berwajah cantik bagai rembulan. Matanya bersinar terang. Lugu dan tanpa dosa. Ia pasti tidak tahu siasat laki-laki. Tapi jidatnya memancarkan kecerdasan yang menyala-nyala.

Dan sang murid masih saja tergagap di antara percaya dan tidak percaya. Ia makin malu ketika ia menyadari bahwa di rumahnya hanya ada sepotong roti dan secangkir air putih. Bukan. Ia malah sedikit minder. Makanya ia segera menyatakan permohonan maaf kepada puteri gurunya yang sekarang telah menjadi istrinya.

Tapi gadis itu seketika marah dan berkata, “Celakahlah ayahku, Said Ibnul Musayyab, mengapa ia menikahkan aku dengan seorang laki-laki yang imannya lemah begini? Dia masih punya sepotong roti dan segelas air tapi merasa tidak punya apa-apa!”

Begitulah kejutan cinta datang mengisi potongan kedua hidupnya. Tapi riwayatnya belum berakhir di situ.

Malam pertama itu berlangsung indah. Seindah semua malam pertama para pengantin.

Keesokan harinya sang murid membenahi buku catatan untuk berangkat beiajar. Tapi ia dicegat sang istri, “Bukankah kamu belajar dalam fiqh bahwa hak seorang perawan adalah tujuh hari tidak boieh ditinggal?”

Sang murid termangu. “Kamu benar,” hanya itu yang bisa dikatakannya.

Maka ia pun menghilang tujuh hari dari halaqah ilmu sang guru untuk memenuhi hak sang perawan.

Pada hari ke delapan ia berkemas lagi untuk pergi ke halaqah ilmu sang guru. Tapi ia dicegat lagi sang istri dengan sebuah pertanyaan, “Kamu belajar apa sama ayahku, Said Ibnul Musayyab?”

Sang murid tidak mengerti arah pertanyaan ini. Ia pun menjawab, “Aku belajar semua ilmu. Ada tafsir, hadits, fiqh, sejarah dan semua ilmu tentang agama ini.”

Lalu sang gadis menjawab penuh percaya diri, “Duduklah di sini. Belajarlah padaku. Karena semua yang ada di kepala Said juga ada di kepalaku”.

Perempuan itu agaknya mewakili kezuhudan kakeknya, Abu Hurairah, dan ilmu ayahnya, Said Ibnul Musayyab. Tapi kepada para pencinta sejati ia menyampaikan pesan ini: “bahwa orang-orang romantis hanya menjadi mungkin kuat ketika romantika mereka diikat oleh misi kehidupan yang luhur.”

(Majalah Tarbawi edisi 143 Th. 8/Zdulqa’dah 1427 H/23 November 2006 M

Read More......

Jumat, 12 Maret 2010

Makanan Untuk Ibu Menyusui

#

Ditulis oleh irwazol di/pada Januari 1, 2008

ASI menyediakan semua nutrisi yang dibutuhkan oleh bayi untuk kesehatan dan tumbuh-kembangnya pada awal-awal kehidupan (0-6 bulan dianjurkan ASI ekslusif). Blog ini berisi anjuran praktis mengenai makanan bagi ibu menyusui agar tidak merugikan ibu dan bayinya.
Apa yang seharusnya saya makan?
Sangat penting untuk mengkonsumsi bervariasi makanan termasuk :
• Buah-buahan dan sayuran (dapat juga dibuat dalam bentuk jus), merupakan makanan yang kaya serat. Umumnya ibu setelah melahirkan akan mengalami konstipasi (susah BAB) yang kadang dapat sisertai nyeri. Makanan berserat dapat mengurangi keluhan ini
• Makanan yang mengandung karbohidrat seperti nasi, roti, kentang sebagai sumber energi
• Sumber protein seperti daging, dan ayam, telur, sebaiknya mengurangi ikan
• Makanan tambahan seperti susu, keju, suplement calsium

Makanan apa yang seharusnya saya hindari?

Makan ikan baik untuk kesehatan dan pertumbuhan bayi, tetapi dianjurkan untuk tidak lebih dari dua porsi dalam seminggu. Ini disebabkan zat-zat polutan yang ada pada ikan dapat ikut melalui ASI dan dapat membahayakan bayi.

Apakah perlu menghindari kacang ?

Kacang merupakan penyebab alergi yang paling sering, mengenai sekitar 1% dari manusia, alergi kacang bisa menyebabkan reaksi yang berat. Bayi anda memiliki resiko tinggi untuk terkena alergi kacang bila anda, suami anda, anak anda yang lain memiliki riwayat alergi makanan atau alergi lain seperti rhinitis alergika, asma, ekzema.
Jika bayi anda memlikiki resiko tinggi, kacang harus dihindari dari bayi anda dengan cara anda tidak mengkonsumsi kacang selama menyusui, dan setidaknya anak tidak boleh makan kacang sampai usia 3 tahun.

Apakah saya memerlukan vitamin suplemen?

Sangat dianjurkan untuk mengkonsumsi suplement, terutama yang mengandung vit D minimal 10 mcg perhari.

Apakah saya perlu makan lebih ?

Tubuh ibu sangat efisien membentuk ASI jadi anda tidak perlu “makan untuk berdua”. Yang penting makan dengan “diet menu seimbang”.

Apakah saya perlu minum lebih ?

Kita seharusnya minum 6-8 gelas (1,2 liter) perhari. Jika anda menyusui anda membutuhkan lebih banyak minum air dari 6-8 gelas. Jika anda haus, ini berarti anda sudah dehidrasi, jika warna kencing anda pekat ini juga berarti anda kurang minum. Lebih baik jika anda minum sesaat sebelum menyusui bayi. Air putih, susu dan jus merupakan pilihan yang baik. Jangan minum alkohol dan kafein (kopi).

Apakah boleh saya menurunkan berat badan ?

Bukan gagasan yang baik untuk menurunkan berat badan selama anda menusui, Ini dikarenakkan anda membutuhkan energi dan anda dapat menghilangkan kebutuhan nutrisi yang seharusnya didapat oleh bayi anda. Berita baik akan terjadi pengurangan komposisi lemak tubuh dari ibu selama ia menyusui, jadi menyusui akan mempercepat mengembalikan berat badan anda seperti sebelum melahirkan. Jika anda menggunakan “diet menu seimbang”, mengurangi lemak dan gula, fisik yang aktif ini akan membantu anda untuk menurunkan berat badan.

Read More......

Mempersiapkan ASI-P Ibu Saat Kembali Bekerja

#

Mempersiapkan diri sendiri menjadi penting karena emosi ibu sangat berpengaruh pada bayi. Jika di kantor ibu resah, gelisah dan tidak nyaman berpisah dengan si kecil, kemungkinan besar ia akan merasakan hal yang sama di rumah sehingga menjadi rewel. Maka dari itu, ibu yang sudah harus masuk kerja kembali perlu melakukan beberapa persiapan, yaitu:

1. Persiapkan mental untuk meninggalkan bayi. Pupuklah rasa percaya bahwa sang buah hati akan baik-baik saja di rumah.

2. Mulailah belajar memerah dua minggu sebelum cuti berakhir. Ketika bayi tidur dan payudara terasa membengkak, segera perahlah payudara lalu simpan ASI perah di kulkas. Esok siangnya berikan pada bayi.

3. Bekerja sama dengan pengasuh. Tekankan pada pengasuh soal pemberian ASI eksklusif (ini berarti bayi tidak boleh mendapatkan susu formula/makanan apa pun selain ASI selama ibu bekerja). Jika yang mengasuh si kecil adalah orangtua sendiri atau mertua yang pengetahuan akan ASI eksklusif masih terbatas, jelaskanlah secara baik-baik. “Bu, bayi 3 bulan harus masih ASI eksklusif karena ia belum siap mencerna makanan selain ASI,” misalnya. Intinya kerja sama yang baik dengan pengasuh amat menentukan keberhasilan ibu untuk menyusui secara eksklusif.

4. Jika menggunakan jasa babysitter pilihlah yang kompeten dan profesional. Akan lebih baik, jika sudah memanfaatkan jasa babysitter tersebut sejak kelahiran si kecil agar dapat memerhatikan cara kerja dan sikapnya. Berikan “perluasan” tugas dan kewajiban kepada pengasuh bayi setidaknya seminggu sebelum ibu kembali bekerja. Dengan demikian bayi dapat belajar membiasakan diri dengan sentuhan dan suara orang lain selain ibunya.

5. Tetap memberikan ASI meski dengan cara dan waktu yang berbeda. Memberikan ASI sangat membantu ibu untuk tetap membentuk ikatan batin dengan bayi. Saat kembali bekerja ibu masih dapat memberikan ASI secara langsung di waktu-waktu tertentu, semisal sebelum pergi ke kantor atau malam hari sepulang dari kantor. Di sela jam kerja, ibu masih dapat merasakan kedekatan dengan si kecil saat memerah ASI.

Read More......

Kamis, 11 Maret 2010

PERUBAHAN BUTUH TINDAKAN

#

Jumat lalu kami kedatangan tamu dari Bahrain, DR. Salah Soltan. Syeikh yang banyak mengajar di Universitas-universitas Amerika ini menjelaskan kepada kami isi Alqur’an surat Al Fajr. Sungguh penjelasannya sangat mengesankan bagi mereka yang menginginkan perubahan. Surat ini dimulai dengan perkataan “Demi Waktu Fajar” dan diakhiri dengan “Dan masuklah kedalam surga-Ku”.

Dipanggil ke istana oleh presiden saja banyak orang senang, apalagi dipanggil ke istana Tuhan, dan yang memanggil langsung Tuhan, pasti lebih senang lagi. Presiden tidak memanggil orang untuk keistananya kecuali ada alasan tertentu, begitu juga untuk masuk ke istana Tuhan. Tentu harus ada alasan yang menyebabkan kita layak dipanggil untuk masuk kedalam surganya yang penuh kenikmatan.

Sayangnya, banyak orang mengatakan ingin masuk surga, tapi tidak banyak orang mau melakukan hal-hal yang menjadi syarat agar undangan surga itu datang. DR. Salah Soltan mengatakan “banyak orang ingin berubah hidupnya, tapi tidak banyak orang mau melakukan perubahan”. Setiap orang pasti ingin menjadi lebih baik, lebih bahagia, lebih sejahtera, dan sebagainya. Namun tidak banyak yang mau melakukan perubahan untuk mendapatkan kebaikan yang diinginkan.

Apa yang dikatakan DR Salah Soltan ini agaknya sesuai dengan realita. Guru saya, Prof. Renald Kasali, pernah bertanya kepada mahasiswa “siapa yang besok ingin lebih baik dari hari ini?” semua mahasiswa angkat tangan. Lalu beliau bertanya lagi “siapa yang setiap hari ke kampus melalui jalan yang sama?” sebagian besar mahasiswa angkat tangan. Kepada mahasiswa yang biasa kekampus naik motor dan selalu melalui jalan yang sama beliau bertanya “kalau jalan yang dilalui selalu macet, mengapa tidak mencoba jalan lain?” mahasiswa ini menjawab “saya rasa ini jalan yang paling dekat dan paling mudah, untuk apa saya mencoba-coba jalan baru yang belum jelas?”.

Mahasiswa ini rupanya sudah menikmati rutinitas kemacetannya setiap hari dan tidak ragu untuk mengulanginya kembali. Tak terfikir olehnya untuk mencari alternatif lain karena sudah merasa nyaman dengan pilihan sekarang. Kalau ditanya apakah kesal dengan kemacetan, jawabnya kesal. Kalau ditanya apakah mau berubah, 100% jawabnya mau. Tapi faktanya dia lebih memilih kekesalan secara berulang dari pada harus berubah jalan. Yang seperti ini tentu banyak.

Seorang teman mengatakan “saya rajin ngajar, tapi kok masih belum kaya?” sambil bercanda saya jawab “orang rajin memang gak bakal kaya, karena guru SD saya bilang rajin pangkal pandai bukan pangkal kaya. Jadi kalo bapak rajin ngajar, pasti bapak pandai mengajar”. Lalu saya bicara agak serius pada teman ini. “ngajar jangan over dosis, cukup sesuai kewajiban, selebihnya bikin kerjaan, gimana?” dia jawab “kalau saya gak ambil tambahan jam ngajar nanti gak cukup untuk sebulan”.

Coba lihat, sebelumnya dia bilang banyak ngajar hidup tetap susah, tapi diajak berubah ternyata lebih susah. Saya sadar melakukan perubahan memang tidak mudah, penuh resistensi karena ketidaktahuan akan hasil yang akan diperoleh pasca perubahan. Itulah sebabnya banyak orang yang “senang” bertahan dalam penderitaan.

Ingin berubah ternyata tidak cukup. Banyak orang mengatakan punya keinginan tapi sebenarnya hanyalah keinginan kosong. Ingin baru bisa disebut ingin kalau ada tindakan yang sudah mulai dilakukan meskipun kecil. Seperti kata AA Gym, “seseorang belum bisa dikatakan ingin haji selama dia belum mulai membuka rekening haji”. Setiap muslim kalau ditanya apakah ingin pergi haji, 100% jawabnya pasti ingin. Tapi kalau ditanya apakah sudah mulai menabung untuk pergi haji, banyak yang sama sekali tidak terfikir untuk itu. Inilah keinginan yang kosong.

“Penyesalan selalu datang belakangan”, begitu orang bijak mengatakan. Dalam surat Al Fajr Allah menceritakan manusia yang seperti ini. Allah mengatakan “Apabila bumi digoncangkan,.., dan pada hari itu neraka diperlihatkan; pada hari itu sadarlah manusia, akan tetapi tidak berguna lagi kesadaran itu baginya, lalu mereka mengatakan: "Alangkah baiknya kiranya aku dahulu mengerjakan kebajikan untuk hidupku ini". (QS. Al Fajr:21-24).

Ayat diatas memperlihatkan bahwa banyak manusia baru berfikir tentang kebajikan setelah neraka diperlihatkan, tentu hal itu sudah terlambat. Memang banyak orang baru bergerak, baru berfikir untuk berubah setelah melihat “neraka”. Setelah bangkrut baru berfikir akan sedekah, setelah sakit baru berfikir ingin olah raga, setelah paru-paru berantakan baru sadar kalau rokok membahayakan, setelah gagal baru berfikir ingin berusaha keras, dan sebagainya.

Rakyat kita juga banyak yang seperti ini. Setelah pasarnya, rumahnya, pekerjaannya digusur paksa, setelah banjirnya tak juga reda, setelah bencana terus merajalela, setelah neraka tercipta dimana-mana baru sadar ingin ganti penguasa, tapi ketika diberi alternatif baru, sepontan mereka mengatakan “belum teruji, mending yang sudah terbukti”. walaupun sudah terbukti tidak membawa perbaikan, namun rakyat masih merasa nyaman, tidak mau melakukan perubahan, malah sama-sama berteriak lanjutkan.

Sebelum terlambat, sebelum nasi menjadi bubur, sebelum penyelasan menjadi tak berguna, marilah kita melangkah, melakukan perubahan-perubahan, menciptakan perbaikan-perbaikan pada hari ini untuk kebahagiaan di hari depan. Semoga kita tidak menjadi manusia-manusia yang menyesal di hari kemudian. Amin.


Read More......

RENUNGAN UNTUK PARA SUAMI

#


Oleh : Ustd. M. Fauzil Adhim


Bila malam sudah beranjak mendapati subuh, bangunlah sejenak. Lihatlah istri anda yang sedang terbaring letih menemani bayi anda. Tataplah wajahnya yang masih dipenuhi oleh gurat-gurat kepenatan karena seharian ini badannya tak menemukan kesempatan untuk istirah barang sekejap. Kalau saja tak ada air wudhu yang membasahi wajah itu setiap hari, barangkali sisa-sisa kecantikannya sudah tak ada lagi.

Sesudahnya, bayangkanlah tentang esok hari. Disaat anda sudah bisa merasakan betapa segar udara pagi, tubuh letih istri anda barangkali belum benar-benar menemukan kesegarannya. Sementara anak-anak sebentar lagi akan meminta perhatian bundanya, membisingkan telinganya dengan tangis serta membasahi pakaiannya dengan pipis tak habis-habis. Baru berganti pakaian, sudah dibasahi pipis lagi. Padahal tangan istri anda pula yang harus mencucinya.

Disaat seperti itu, apakah yang anda pikirkan tentang dia?

Masihkan anda memimpikan tentang seorang yang akan senantiasa berbicara lembut kepada anak-anaknya seperti kisah dari negeri dongeng sementara disaat yang sama anda menuntut dia untuk menjadi istri yang penuh perhatian, santun dalam berbicara, lulus dalam memilih setiap kata serta tulus dalam menjalani tugasnya sebagai istri, termasuk dalam menjalani apa yang sesungguhnya bukan kewajiban istri tetapi dianggap sebagai kewajibannya.

Sekali lagi, masihkan anda sampai hati mendambakan tentang seorang perempuan yang sempurna, yang selalu berlaku halus dan lembut? Tentu saja saya tidak tengah mengajak anda membiarkan istri membentak anak-anak dengan mata membelalak. Tidak. Saya hanya ingin mengajak anda melihat bahwa tatkala tubuhnya amat letih, sementara suami tak pernah menyapa jiwanya, maka amat wajar kalau ia tak sabar.

Begitu pula manakala matanya yang mengantuk tak kunjung memperoleh kesempatan untuk tidur nyenyak sejenak, maka ketegangan emosinya akan menanjak. Disaat itulah jarinya yang lentik bisa tiba-tiba membuat anak menjerit karena cubitannya yang bikin sakit.

Apa artinya? Benar, seorang istri shalihah memang tak boleh bermanja-manja secara kekanak-kanakan, apalagi sampai cengeng. Tetapi istri shalihah tetaplah manusia yang membutuhkan penerimaan. Ia juga butuh diakui, meski tak pernah meminta kepada anda.

Sementara gejolak-gejolak jiwa memenuhi dada, butuh telinga yang mau mendengar. Kalau kegelisahan jiwanya tak pernah menemukan muaranya berupa kesediaan untuk mendengar, atau ia tak pernah anda akui keberadaannya, maka jangan pernah menyalahkan siapa-siapa kecuali dirimu sendiri jika ia tiba-tiba meledak.

Jangankan istri anda yang suaminya tidak terlalu istimewa, istri Nabi pun pernah mengalami situasi-situasi yang penuh ledakan, meski yang membuatnya meledak-ledak bukan karena Nabi SAW tak mau mendengarkan melainkan semata karena dibakar api kecemburuan. Ketika itu, Nabi SAW hanya diam menghadapi ‘Aisyah yang sedang cemburu seraya memintanya untuk mengganti mangkok yang dipecahkan.

Ketika menginginkan ibu anak-anak anda selalu lembut dalam mengasuh, maka bukan hanya nasehat yang perlu anda berikan. Ada yang lain. Ada kehangatan yang perlu anda berikan agar hatinya tidak dingin,apalagi beku, dalam menghadapi anak-anak setiap hari. Ada penerimaan yang perlu kita tunjukkan agar anak-anak itu tetap menemukan bundanya sebagai tempat untuk memperoleh kedamaian, cinta dan kasih sayang.

Ada ketulusan yang harus anda usapkan kepada perasaan dan pikirannya, agar ia masih tetap mememilki energi untuk tersenyum kepada anak-anak anda, sepenat apapun ia.

Ada lagi yang lain : PENGAKUAN. Meski ia tak pernah menuntut, tetapi mestikah anda menunggu sampai mukanya berkerut-kerut.

Karenanya, kembali ke bagian awal tulisan ini. Ketika perjalanan waktu melewati tengah malam, pandanglah istri anda yang terbaring letih itu, lalu pikirkanlah sejenak, tak adakah yang bisa anda lakukan sekedar mengucapkan terima kasih atau menyatakan sayang bisa dengan kata yang berbunga-bunga, bisa tanpa kata. Dan sungguh, lihatlah betapa banyak cara untuk menyatakannya. Tubuh yang letih itu, alangkah bersemangatnya jika di saat bangun nanti ada secangkir minuman hangat yang diseduh dengan dua sendok teh gula dan satu cangkir cinta.

Sampaikan kepadanya ketika matanya telah terbuka,“ada secangkir minuman hangat untuk istriku. Perlukah aku hantarkan untuk itu?“

Sulit melakukan ini? Ada cara lain yang bisa anda lakukan. Mungkin sekedar membantunya meyiapkan sarapan pagi untuk anak-anak, mungkin juga dengan tindakan-tindakan lain, asal tak salah niat kita. Kalau anda terlibat dengan pekerjaan di dapur, memandikan anak, atau menyuapi si mungil sebelum mengantarkannya ke TK, itu bukan karena gender-friendly; tetapi semata karena mencari ridha Allah, sebab selain niat ikhlas karena Allah, tak ada artinya apa yang anda lakukan.

Anda tidak akan mendapati amal-amal anda saat berjumpa dengan Allah di yaumil-qiyamah. Alaakullihal, apa yang ingin anda lakukan, terserah anda. Yang jelas, ada pengakuan untuknya, baik lewat ucapan terima kasih atau tindakan yang menunjukkan bahwa dialah yang terkasih. Semoga dengan kerelaan anda untuk menyatakan terima kasih, tak ada airmata duka yang menetes baginya, tak ada lagi istri yang berlari menelungkupkan wajah di atas bantal karena merasa tak didengar. Dan semoga pula dengan perhatian yang anda berikan lepadanya, kelak istri anda akan berkata tentang anda sebagaimana Bunda ‘Aisyah RA berucap tentang suaminya, Rasulullah Sollollohu 'Alaihi Wa Sallam,”Ah, semua perilakunya menakjubkan bagiku”.

Sesudah engkau puas memandangi istrimu yang terbaring letih, sesudah engkau perhatikan gurat-gurat penat di wajahnya, maka biarkanlah ia sejenak untuk meneruskan istirahatnya. Hembusan udara dingin yang mungkin bisa mengusik tidurnya, tahanlah dengan sehelai selimut untuknya.

Hamparkanlah ke tubuh istrimu dengan kasih sayang dan cinta yang tak lekang oleh perubahan. Semoga engkau termasuk laki-laki yang mulia, sebab tidak memuliakan wanita kecuali laki-laki yang mulia.

Sesudahnya, kembalilah ke munajat dan tafakkurmu. Marilah anda ingat kembali ketika Rasulullah SAW berpesan tentang istri. “Wahai manusia, sesungguhnya istri kalian mempunyai hak atas kalian sebagaimana kalian mempunyai hak atas mereka." " Ketahuilah," kata Rasulullah SAW melanjutkan, "Kalian mengambil wanita itu sebagai amanah dari Allah, dan kalian halalkan kehormatan mereka dengan kitan Allah. Takutlah kepada Allah dalam mengurusi istri kalian. Aku wasiatklan atas kalian untuk selalu berbuat baik."

Anda telah mengambil istri anda sebagai amanah dari Allah. Kelak anda harus melaporkan kepada Allah Ta’ala bagaimana anda menunaikan amanah dari-Nya. Apakah anda mengabaikannya sehingga guratan-guratan dengan cepat menggerogoti wajahnya, jauh awal dari usia yang sebenarnya? Ataukah, anda sempat tercatat selalu berbuat baik untuk istri.

Semoga anda bisa memberi ungkapan yang lebih agung untuk istri anda tercinta...

Read More......